Thursday, 12 July 2012

Kisah Dosen UIN Mem-booking 8 PSK dalam Satu Kamar

Seorang Dosen UIN SGD Bandung masuk ke tempat pelacuran di daerah Bekasi dan mem-booking 8 PSK sekaligus, lalu diboyong ke satu kamar. Sekuriti berbadan besar oknum TNI menguntitnya. Menyewa 8 orang sekaligus tentu tidak wajar dan mencurigakan. “Dia punya kekuatan seks seperti apa?” Pikirnya. Tahu ada yang menguntit, sang dosen merasa terganggu, terjadilah adu mulut sampai si TNI itu tak berkutik. Argumen sang dosen kuat, karena toh sudah di-booking adalah hak dia untuk melakukan apa saja dengan 8 perempuan itu dalam kamar. Sang dosen bertanya, “Sebagai apa kamu disini?” “Saya keamananan Pak!” Mendengar jawaban itu, sontak sang dosen marah: “Keamanan apanya ..?? Pekerjaan kamu disini bukan mengamankan tapi membuat mereka menderita. Kamu menjerumuskan dan mencelakakan mereka semua di dunia dan di akherat. Keamanan apanya?” Sang centeng tak berkutik. Sekuriti itu pun ditantang duel kalau mengganggu acara sang dosen, tapi si oknum ini tidak berani, apalagi saat diancam akan dilaporkan ke atasannya jadi centeng “neraka” seperti itu. Ia pun takut, pergi dan minta maaf. Ke 8 PSK itu merasakan lain, ada hal aneh yang akan dilakukan tamunya ini mem-booking mereka banyakan.
Di dalam kamar, sang dosen meminta seprai dari dua kasur dicabut: “Tolong tutup badan kalian semua dengan kain itu. Saya tidak mau melihatnya.” 8 PSK itu kemudian diceramahi dan dinasehati panjang lebar tentang kelakuan buruknya, tentang uang haramnya, akibatnya pada anak, durhakanya pada orang tua, alasan dustanya soal kebutuhan ekonomi, tentang bahaya penyakit kelamin dll. “Bayangkan kalau anak perempuanmu seperti kamu mau nggak? Kalau anak-anakmu tahu kelakuanmu seperti ini mau gak?” “Kalau ibumu tahu mau gak? Bayangkan perasaan mereka, betapa malu dan sakit hatinya. Inikah balasan pada ibumu yang sudah susah payah melahirkan, membesarkan dan mendidikmu?” dll … dll … (sekitar 2 jam dia biacara). Ledakan tangisan 8 PSK itu muncrat semua, semua menyadari dan menyesali, tobat seketika, janji besok semuanya akan keluar.
Esoknya, sang dosen, datang lagi mengecek. Benar, 8 nama itu sudah tidak ada di daftar, sudah keluar. Beberapa hari kemudian, sang dosen mengunjungi ke 8 orang itu ke kampungnya masing-masing, mengontrol dan membina, dan komunikasi terus berjalan setelah beberapa minggu/bulan. 8 perempuan muda yang wajah-wajahnya aduhai itu, kini ada yang buka warung, buka kios, kerja di pabrik dll. “Naah … begituu … iniii … yang halal dan barokah. Rizki halal tidak susah asalkan dicari.” Mereka merasakan kebahagiaan yang sangat amat telah keluar dari jerat pekerjaaannya kotor.
Dari ke 8 PSK itu, 6 orang bersuami dan direstui suaminya jadi PSK (asalnya daerahnya Subang, Indramayu, Sukabumi). Yang suaminya menerima dan sadar, suaminya juga dibina. Yang suaminya menolak dan marah karena kehilangan income dari istrinya yang cukup besar, sang dosen memberikan intruksi: “Kamu harus bercerai dengan suamimu, wajib, karena ia telah menjerumuskan dan merusakmu. Suami macam apa seperti itu, sekarang pun ia tidak terima kamu telah sadar. Sekarang cari suami yang baik, masih banyak. Insya Allah saya akan bantu.” Yang suaminya tidak terima, semuanya diceraikan. Satu orang yang dari Indramayu, bukan hanya tidak terima malah menteror mantan istrinya dan keluarganya.
Ketika sang dosen ini dilapori, tidak menunggu, ia langsung berangkat mencarinya sendiri rumah orang itu. Laki-laki itu kembali ke rumah orang tuanya. Sang dosen masuk dan menceramahi laki-laki itu, bukannya berterima kasih dan bersyukur istrinya telah sadar dan kembali ke jalan yang benar. Karena laki-laki tetap tidak terima dan marah-marah. Ia bersungut-sungut menuduh menganggu kesenangan oranglah, merusak rumah tangga oranglah, sok sucilah, dll. Sang dosen membantah: “Siapa yang merusak? Justru kamu yang merusak istri kamu dan kamu memerasnya. Suami macam apa kamu ini?”
Karena nasehat tidak akan masuk pada orang seperti ini, akhirnya sang dosen mengambil jalan akhir. “Sekarang gini aja, kamu ambil golok bawa keluar, ayo kita duel diluar tapi dengan catatan sampai mati dan harus disaksikan masyarakat, RT, RW dan Polisi. Siapa yang benar diantara kita.” Laki-laki itu hanya diam, sang dosen marah, ia masuk ke dapur dan meminta golok pada keluarganya. Golok itu diberikan dan dipaksakannya agar laki-laki itu memegangnya dan dipersilahkan untuk menebas bagian mana saja dari tubuh sang sang dosen yang dia mau. Karena dia masih diam, sang dosen menggusur orang itu keluar rumah. Karena suasana ribut, tetangga pada keluar, nonton. Sekalian sang ustad, langsung berteriak-teriak disitu menjelaskan betapa bodoh dan dungunya orang ini, istrinya disadarkan malah tidak terima berarti dia ini hakikatnya setan. Tetangga yang sudah menaruh curiga pada pekerjaan istri laki-laki itu membenarkan ucapan sang dosen. Mereka terus menonton.
Sampai ujungnya, laki-laki itu sadar, menangis, menyesali dan berjanji tidak akan menganggu mantan istrinya lagi. Orang tuanya pun menyesalkan kebodohan anaknya itu. “Awas, mengganggu lagi mantan istrimu, denga saya urusannya.”
Ketika saya bilang, “luar biasa ya.” Sahabat saya ini berucap, “Yaa … menolong itu harus tuntas, jangan setengah-setengah, cuma menyadarkan saja tapi kesananaya tidak bertanggung jawab, ya gak akan bener, kasian nanti istrinya.” Subhanallaah …

Lanjutan

Ini kisah nyata yang sampai sekarang masih berlangsung. Ada seorang Dosen UIN Bandung selama ini berhasil mengumpulkan ratusan mahasiswi GBP (Gadis Bukan Perawan) akibat pergaulan bebasnya se-Bandung dan Jawa Barat dan membina mereka secara intensif. Rarutan mahasiswi itu dari ITB, UNPAD, UPI, UNISBA, UIN, UNINUS, IPDN, IKOPIN, UI, IPB, UIK Bogor, Universitas Widyatama dll. Sebagai produk dari kemakmuran kelas menengah, mereka rata-rata anak orang kaya. Wajah mereka rata-rata cantik dan bersih karena umumnya dari keluarga berada. Ada anak pengusaha, anak pejabat tinggi, anak dosen, anak guru, anak ustad, bahkan anak da’i terkenal di Bandung. 
Ratusan mahasiswi itu dibinanya sendirian. Awalnya hanya satu dua yang disadarkan. Karena bimbingannya terasa sangat mengayomi, intensif, terbuka, berperan sabagai bapak asuh, bimbingan agamanya sangat terasa, mereka merasa terlindungi dan mereka menemukan tempat curhat yang sangat enak, melebihi ke pacarnya sendiri. Semua mahasiswi itu, ke orang tuanya tentu tidak ada yang berani terbuka, apalagi soal hilang keperawanannya, tapi pendekatan sang ustad ini berhasil membuat mereka semuanya terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi. Semua rahasia mahasiswa ini diketahui oleh sang dosen dan mereka tidak ada yang bisa berdusta. Setelah sadar, hampir semuanya kemudian memutuskan pacarnya. Kini semuanya, sudah tobat dan meninggalkan pergaulan bebasnya. Pengajian rutin sering diselenggarakan untuk membina mereka.
Para mahasiswi itu saling mengajak temannya yang senasib, yang pada stres karena menyesal sudah bukan perawan, yang sulit keluar dari pergaulan bebasnya dan terbentuklah komunitas tersendiri. Sang dosen UIN yang masih muda, selalu berpenampilan sederhana dan gaul, jauh dari asesoris ustad, membuat para mahasiswi itu sangat betah. Lucunya, hampir semua mahasiswa itu minta dinikahi tapi sang dosen tak pernah bergeming pada satu pun dari mereka. Kecantikannya yang mirip artis, wajah indo, banyak. Yang biasa-biasa juga ada. Saking sulitnya menemukan ‘pemuda ideal’ yang kalimat-kalimatnya selalu menyejukkan dan meneduhkan jiwa, banyak yang bersumpah tidak akan menikah kecuali dengan sang dosen tersebut. Tentu saja ini sangat memusingkan. Gilanya, bahkan ada 4 orang yang siap dijadikan istri pertama hingga keempat dan itu semua atas izin orang tuanya. Untungnya, ia tak pernah tergoda.
Sang ustad ini pun, benar-benar jadi idola bukan hanya oleh mereka tapi oleh semua orang tuanya, karena semua orang tuanya sudah ditemuinya dan beberapa kali dikumpulkan dalam pengajian khusus tentang pergaulan anak-anaknya dan kondisinya GPB-apa adanya. “Tidak ada yang tertutup, pembinaan harus terbuka. Setiap mahasiswa sudah saya pertemukan dengan orang tuanya masing-masing dan saya jelaskan terbuka semuanya. Jelas, orang tuanya harus tahu, itu kan anak mereka yang bisa mencelakan mereka di akhirat kelak. Semua orang tuanya sekarang tau tahu kondisi anaknya. Awalnya, ada yang ditempeleng, ada yang diusir, ada yang dimusuhi, macam-macamlah. Tapi, saya sadarkan juga orang tuanya, karena itu akibat cara pendidikan mereka yang salah pula.” katanya.
Kata sang ustad, lucunya, hampir semua mahasiswi itu, ya karena masih pada muda, tidak ada yang akur karena bersaing memperebutkan sang dosen. Saya mendengar mereka ribut di depan saya memperebutkan saya, tidak aneh, bahkan ada jadi musuhan karena cemburu. Cukup berat mengasuh mereka. Bahkan ada yang sudah disadarkan berusaha keras agar melayani rasa suka dan cintanya. Gila memang.
Sang ustad bercerita. “Hingga sekarang, pembinaan masih terus berjalan. Sudah tiga tahunan. Banyak yang memperlakukan saya sebagai suaminyalah, yang manggil saya “papah” banyak, ngasih ini itulah, tapi semuanya tidak pernah ada yang saya terima. Banyak yang memaksa saya menikahi mereka bahkan orang tuanya memelas-melas. Orang tuanya ada yang mau memberi saya rumah, mobil baru, asalkan menikahi anaknya. Nanti dulu, itu bukan tujuan saya. Kebanyakan mereka anak orang kaya.” Pernah, suatu hari diselenggarakan pengajian di Masjid Raya Cipaganti Bandung. Ketika datang, sang dosen cuek ini mengira masjid ada yang memakai karena mobil-mobil keren berjejer memenuhi halaman masjid. Begitu masuk, dia kaget, ternyata itu semua mobilnya para mahasiswi asuhannya itu.
Saking percayanya, ada juga orang tuanya yang akan memberi perusahaan, juga saya tolak. Saya tidak mau tergoda dengan itu semua. Tujuan saya hanya satu, meluruskan akhlak mereka. Para orang tua itu banyak yang kebingungan, katanya harus ngasih apa karena semua pemberian tidak pernah ada yang saya terima sementara anaknya sekarang sudah berubah total, jadi rajin shalat, selalu bawa Qur’an dan mukena, rajin ke pengajian, jadi sangat hormat pada orang tuanya dst … dst.”

Sumber